Harianbengkuluekspress.bacakoran.co – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkulu Selatan (BS) melalui DPPKB3A terus berupaya memberikan pendampingan kepada AS (15) korban tindakan amoral dari ayah kandungnya, yaitu SS (39). Bahkan, pendampingan semakin dilakukan secara intensif setelah mengetahui AS mengalami trauma atas perbuatan bejat ayahnya.
Kepala DPPKB3A, Fery Kusnadi SE mengatakan dari hasil pendampingan yang telah dilakukan didapati memang benar adanya trauma yang dialami AS setelah mendapatkan kekerasan seksual dari ayah kandungnya.
Sehingga, Pemkab BS tidak akan tinggal diam melihat kondisi AS dan akan melakukan upaya untuk memulihkan psikis sang anak.
“Kami juga sudah melayangkan surat memohon bantuan kepada psikolog dengan tujuan untuk menetralkan sang anak, agar tidak ada efek samping dari peristiwa yang dilewatinya,” ujar Fery kepada BE, Selasa 6 Februari 2024.
BACA JUGA:Rp 13 Miliar untuk Pengadaan Alkes, untuk Rumah Sakit Ini
BACA JUGA:Bawaslu Seluma Gelar TOT, Ini Tujuannya
Lebih lanjut, Fery mengatakan sangat penting rasanya meminta bantuan kepada psikolog untuk mengembalikan mental sang anak pasca kejadian yang ia alami. Sehingga diharapkan pendampingan yang diberikan secara tepat dapat segara memberikan dampak baik bagi sang anak.
“Jangan sampai ada efek samping lainnya yang dapat berkembang dan justru dapat memberikan dampak yang buruk bagi anak,” katanya.
Fery menjelaskan mengingat korban seksual adalah kategori anak, maka pemulihan mmemang menjadi sasaran utama. Sebab, jangan sampai anak yang menjadi korban kekerasan seksual mentalnya menjadi terganggu dan jatuh, serta dapat mengancam masa depan anak.
“Makanya kami akan bergerak terus dan yang benar-benar dibutuhkan kami akan selalu berkoordinasi,” jelasnya.
Adapun data yang dimiliki DPPKBP3A terhitung sejak Januari hingga awal Februari 2024 mencatat ada sebanyak 4 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Dari data tersebut didapatkan potensi peningkatan trend kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Jadi di sini kita sangat butuh sekali peran lingkungan sekitar yang ikut melakukan pengawasan terhadap tindak kekerasan kepada anak dan perempuan, baik kekerasan fisik maupun verbal,” pungkasnya. (Renald)