"Untuk Puskesmas Wani dana BOK yang diterima Rp 1 miliar lebih. Triwulan pertama itu cair sekitar 200 juta, setor ke sekdis Rp 5 juta. Triwulan kedua cair 200 juta setor ke Sekdis Rp 5 juta. Untuk triwulan ke tiga dan ke empat masing-masing sekitar Rp 4 juta lebih setor ke Rike. Rike ini ketua forum jadi dia yang mengelola," ujar Kapus Wani, Herawati.
Pemotongan dana BOK 2 persen jelas menyalahi aturan, karena dana BOK merupakan program puskesmas untuk mensejahterakan masyarakat. Para kepala puskemas mengaku terpaksa melakukan hal tersebut. Mereka tidak mau membantah perintah pimpinan, mereka mengaku tidak berdaya selaku bawahan. Tidak punya kekuatan apa-apa untuk membantah perintah kepala dinas selaku pimpinan. Jawaban dari para saksi itu memancing reaksi hakim ketua Fauzi Isra SH MH.
"Kalian itu sepakat bukan terpaksa, kalau terpaksa itu berarti kalian di paksa oleh Kadis. Harusnya kalian menolak jika sudah tahu pemotongan itu menyalahi aturan, kecuali ada yang ancam akan menembak kalian. Kenapa, apa kalian takut kehilangan jabatan," ujar hakim Fauzi Isra.
Selain saksi di atas, saksi lainnya yakni Kapus Muara Sahung, Maya Afianti, Kapus Mentiring Lidyawati memberikan keterangan sama. Sementara untuk dari pengakuan para bendahara, mereka bekerja atas perintah dari Kapus.
Pada sidang dakwaan lalu, JPU mendakwa 4 orang terdakwa dengan pasal 2 dan pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada kasus tersebut yang memiliki peran paling besar adalah mantan Kadis Dinkes Kaur Darmawansyah dan Sekdis Gusdiarjo. Terdakwa Darmawansyah meminta potongan 2 persen dari dana BOK yang diterima masing-masing puskesmas. Uang tersebut diserahkan para kapus pada Sekdis, untuk kemudian diserahkan pada Kadis Dinkes. Potongan 2 persen diambil para Kapus dari anggaran makan minum, pembelian ATK dan pengadaan spanduk. Akibat dari perbuatan para tersangka, kerugian negara yang ditimbulkan Rp 400 juta lebih.