Harian Bengkulu Ekspress

10 Kades di Kepahiang Berangkat ke Jakarta , Ini Tujuannya

Plh Ketua APDESI Kabupaten Kepahiang, Dearce--

Harianbengkuluekspress.id  - Tuntut pembatalan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Kepahiang pastikan ikut bergabung dengan rekan-rekan perangkat desa lainnya untuk menggelar aksi damai di depan Istana Negara, pada Senin 8 Desember 2025.

Plh Ketua APDESI Kabupaten Kepahiang, Dearce mengatakan, hingga Rabu sore 3 Desember 2025, sebanyak 9 kepala desa (Kades) sudah konfirmasi kepastian berangkat ke Jakarta.

"Sampai saat ini, 6 Kades untuk Kecamatan Ujan Mas dan 3 Kades Kecamatan Bermani Ilir dan ditambah saya juga berangkat ke Jakarta," ungkap Dearce.

BACA JUGA:Pastikan Kesetaraan Penjatahan untuk Investor, OJK Terbitkan Aturan Baru, Ini Isianya

BACA JUGA:Kota Haji Lebong Hanya 6 Orang, Sebelumnya Mencapai 90 Orang Lebih

Terkait dengan tuntutan aksi, Dearce mengatakan, perioritas utama yakni meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan PMK 81 tahun 2025. Karena PMK 81/2025 tidak berpihak kepada desa dan justru menjerat pemerintah pekon. Kebijakan ini dianggap menghambat pencairan Dana Desa (DD) tahap II dan mengalihkan sebagian besar anggaran desa untuk program di luar kewenangan pemerintah desa.

"Karena kalau kita cermati PMK 81 itu mengatakan jika tidak di cairkan tahun ini DD, maka hangus saja anggaran yang ada, sementara kawan-kawan sudah menyelesaikan pekerjaan fisik hingga seratus persen. Jadi bagaimana 59 desa itu mau membayarkan pekerjaan kalau DD tidak cair," sebut Dearce.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Dinas PMD Kabupaten Kepahiang, Deva Yurita Ambarini SP MP menuturkan, bahwa DD Non Earmark yang tidak bisa disalurkan ini. Karena merupakan aturan yang sudah dibuat dan disahkan oleh pemerintah pusat. Sehingga hal tersebut tidak hanya berlaku di Kabupaten Kepahiang saja, melainkan juga berlaku di seluruh desa di Indonesia.

Terkait adanya hutang di pihak ketiga ini, Deva mengatakan, bahwa bagi 59 desa tersebut, apabila sudah menyelesaikan pembangunan namun belum melakukan pembayaran kepada pihak ketiga, maka terpaksa akan membuat surat pernyataan utang.

"Jadi terkait dengan hal ini, ada beberapa solusi yang mungkin bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan membuat surat pernyataan/pengakuan hutang kepada pihak ketiga," demikian Deva.

Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 29B PMK 81/2025 yang menyebut desa yang belum melengkapi persyaratan pencairan hingga 17 September 2025 tidak dapat mencairkan DD non-earmark tahap II. Hal ini dianggap tidak adil dan merugikan desa.

Adapun 59 desa yang tidak bisa melakukan pencairan DD Tahap II Non Earmark ini, antara lain Desa Air Selimang, Desa Cinta Mandi Baru, Desa Gunung Agung, Karang Tengah, Limbur Baru, Lubuk Penyamun, Muara Langkap, Pematang Donok, Penanjung Panjang Atas, Peraduan Binjai, Tebat Laut, Air Hitam, Batu Ampar, Bukit Menyan, Bukit Sari, Bumi Sari, Cugung Lalang, Imigrasi Permu, Kelilik, Kota Agung, Langgar Jaya. Desa Mekar Sari, Meranti Jaya, Pekalongan, Permu, Pulogeto, Pungguk Meranti, Pungguk Beringang, Simpang Kota Bingin, Sido Makmur, Suka Sari, Suro Baru, Suro Lembak, Suro Muncar, Taba Tebelet, Talang Babatan, Tapak Gedung, Tebat Monok, Tertik. Desa Air Raman, Barat Wetan, Karang Anyar, Kelobak, Kembang Seri, Suro Bali, Talang Sawah, Tebing Penyamun, Pagar Gunung, Pulogeto Baru, Tanjung Alam, Tugu Rejo, Taba Mulan, Taba Sating, Ujan Mas Bawah, Talang Pito, Daspetah I, Bukit Barisan, Air Pesi dan Suka Merindu.

Sekadar mengulas kembali bahwa, Setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108 Tahun 2024 tentang Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, Dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025 beberapa waktu yang lalu, 59 desa di Kabupaten Kepahiang dipastikan tidak bakal melakukan pencairan Dana Desa (DD) Tahap II Non Earmark.

Seperti yang diketahui bahwa, DD Non Earmark ini biasanya dipergunakan untuk mengampu berbagai kebutuhan pendanaan berbagai program seperti pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), serta operasional pemerintahan desa (maksimal 3% dari pagu Dana Desa). Fleksibilitas ini memungkinkan desa untuk menyesuaikan penggunaan anggaran dengan potensi dan karakteristik unik desa mereka, berbeda dengan earmark yang sudah memiliki alokasi prioritas spesifik.  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan