10 Tahun Terapkan Kurikulum Merdeka, Kemendikbud Ungkap Kian Berdampak Pada Peningkatan Pendidikan

Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemendikbudristek, Suharti-istimewa/bengkuluekspress-

Harianbengkuluekspress.id-  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi mengklaim  dalam sepuluh tahun terakhir penerapan kurikulum merdeka telah memberikan dampak dalam peningkatan kompetensi anak-anak Indonesia. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengalami tren peningkatan dari 68,90 pada tahun 2014 menjadi 73,55.

Adapun angka Harapan Lama Sekolah anak usia 7 tahun ke atas meningkat dari 12,55 pada tahun 2015 menjadi 13,15 pada tahun 2023.

Hal ini sesuai dengan visi dan misi pembangunan pendidikan nasional selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah berada di koridor yang tepat.

“Kami semakin yakin bahwa kita telah berada di koridor yang benar, Kemendikbudristek ingin terus meningkatkan kualitas pembelajaran, yang akhirnya memberikan dampak positif untuk meningkatkan kompetensi anak-anak Indonesia melalui berbagai program Merdeka Belajar,” ujar Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemendikbudristek, Suharti,

Dijelaskan Suharti menambahkan, dampak positif dari Merdeka Belajar kini mulai terlihat dengan penerapan Kurikulum Merdeka.

BACA JUGA:Pendaftaran PPPK 2024 Dibuka 26 September, Cek Syarat Daftar dan Kiat Lolos PPPK

BACA JUGA:Layanan Tanpa Hambatan, Indosat Sukses hadirkan Pengalaman Digital Selama PON XXI Aceh-Sumut

Sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka dalam tiga tahun terakhir terbukti jauh lebih baik hasil capaian literasi dan numerasinya dibandingkan dengan sekolah yang baru satu atau dua tahun dan sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka. 

Selain berfokus pada peningkatan kualitas, Kemendikbudristek juga berfokus pada pemerataan akses. Salah upaya yang telah dilakukan adalah dengan menyalurkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi.

“Tentunya hal ini bertujuan untuk menahan anak-anak Indonesia putus sekolah dan menurunkan disparitas antara kelompok termiskin dengan kelompok terkaya,” ungkap Suharti.

Selain itu, sebagai bentuk upaya percepatan pemerataan pendidikan, Kemendikbudristek juga telah menyesuaikan satuan biaya Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

“Satuan biaya antara daerah perkotaan dengan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T, berbeda dengan yang ada di Jakarta atau di Surabaya. Tidak lagi sama rata untuk seluruh wilayah Indonesia,” kata Sesjen Kemendikbudristek.

BACA JUGA:Layanan Tanpa Hambatan, Indosat Sukses hadirkan Pengalaman Digital Selama PON XXI Aceh-Sumut

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan