Edukasi Safety Riding di SMAN 2, Program Astra Motor Bengkulu untuk Pelajar
Ist/BE Kegiatan Safety Riding SMAN 2 Kota Bengkulu.--
BENGKULU,BE - Astra Motor Bengkulu tidak hentinya memberikan edukasi keselamatan berkendara. Kegiatan kali ini bekerja sama dengan Binmas Polresta Bengkulu dan dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kota Bengkulu. Kegiatan yang diikuti seluruh siswa-siswa SMA Negeri 2 Kota Bengkulu ini diadakan, karena 90% siswa-siswi menggunakan sepeda motor sebagai moda transportasi sehari-hari.
Instruktur Safety Riding Astra Motor Bengkulu Noval Yunaidi mensosialisasiskan pentingnya menggunakan perlengkapan berkendara, serta pola bahaya yang ada di sekitar kita.
Instruktur Safety Riding Astra Motor Bengkulu Noval Yunaidi menjelaskan, materi tentang pentingnya keselamatan berkendara, perlengkapan berkendara seperti helm, jaket, sarung tangan, sepatu dan apa saja pola berbahaya yang ada di jalan raya. Melalui sebuah video Instruktur Safety Riding Noval Yunaidi menjelaskan tentang prediksi bahaya di jalan, seperti, prediksi bahaya di persimpangan,bahaya saat mendahului sepeda motor, bahaya saat di dahului sepeda motor, bahaya mendahului mobil di persimpangan, dan prediksi bahaya berkendara melewati mobil yang berhenti di persimpangan.
Instruktur Safety Riding Astra Motor Bengkulu Noval Yunaidi mengungkapkan, “Harapan kami dengan adanya sosialisasi ini semoga siswa-siswi SMA N 2 Kota Bengkulu, lebih peduli dalam berkendara dan dapat menjadi contoh yang baik saat mengendarai sepeda motor.”
Selain sosialisasi tentang safety riding, Astra Motor Bengkulu juga memfasilitasi sosialisasi dari Binmas Polresta Bengkulu yang diwakili oleh AKP Julita Widianti. Dia menjelaskan, tentang bullying yang ada di sekolah ,serta dampak ya bagi siswa/siswi yang mengalami. Bullying sendiri perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah atau rentan. Bullying dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, ekonomi, atau sosial budaya. Bullying merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi korban maupun pelaku, seperti gangguan kesehatan mental, penurunan prestasi akademik, isolasi sosial, bahkan bunuh diri .
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengandung beberapa pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku bullying atau diskriminasi, antara lain, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman maksimal 2 tahun 8 bulan pidana penjara . Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan fisik terhadap korban, seperti memukul, menendang, menjambak, mencubit, mencakar, dan lain-lain.
Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, dengan ancaman maksimal 5 tahun 6 bulan pidana penjara. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan fisik secara bersama-sama dengan orang lain terhadap korban. Pasal 335 KUHP tentang pengancaman, dengan ancaman maksimal 9 bulan pidana penjara atau denda Rp4.500. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan psikis terhadap korban, seperti mengancam akan membunuh, melukai, atau merugikan korban atau keluarganya. Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, dengan ancaman maksimal 9 bulan pidana penjara atau denda Rp4.500. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan psikis terhadap korban dengan cara menyebarluaskan pernyataan-pernyataan yang tidak benar dan merugikan nama baik korban.Pasal 311 KUHP tentang fitnah, dengan ancaman maksimal 4 tahun pidana penjara. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan psikis terhadap korban dengan cara menuduh korban melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum tanpa bukti yang cukup. Pasal 281 KUHP tentang pelecehan seksual, dengan ancaman maksimal 9 tahun pidana penjara. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan seksual terhadap korban, seperti menyentuh bagian tubuh sensitif tanpa persetujuan, memaksa melakukan hubungan seksual atau tindakan seksual lainnya dan lain-lain.
Selain KUHP, terdapat juga undang-undang khusus yang mengatur perlindungan anak dari kekerasan, yaitu UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. UU ini melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. UU ini juga mengatur beberapa bentuk kekerasan terhadap anak yang telah disebutkan sebelumnya, seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, ekonomi, dan sosial budaya.
UU ini juga mengatur beberapa sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak, antara lain: Pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta untuk kekerasan ringan. Pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta untuk kekerasan berat yang menyebabkan luka. Pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar untuk kekerasan berat yang menyebabkan kematian. Pidana ditambah sepertiga apabila yang melakukan kekerasan tersebut adalah orang tua anak.
AKP Julita Widianti menjelaskan, kasus bullying di sekolah telah menjadi fokus pihak kepolisian sejak lama, karena bullying dapat merusak mental korban dan memberikan trauma yang luar biasa.
“Harapan kami dengan adanya sosialisasi ini menyadarkan pelaku bullying bahwa perundungan itu kejahatan yang dapat dituntut secara hukum dan membuat siswa-siswi menjadi lebih aware jika terjadinya perundungan dengan memberi tahu pihak sekolah, agar perundungan dapat terselesaikan” tutup Julita. (Rls)