Enam Selesai, 10 Masih Proses, Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kota Bengkulu
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP2AP2KB) Kota Bengkulu, Junita Zakaria, S.Sos. --
Harianbengkuluekspress.id – Sepanjang 2024, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bengkulu masih menjadi persoalan serius. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mencatat 16 kasus yang memerlukan pendampingan, namun sebagian besar kasus tersebut masih belum terselesaikan masih dalam proses hukum. Berdasarkan data UPTD PPA Kota Bengkulu, kasus tersebut terjadi dalam kurun waktu April hingga Desember 2024.
Kepala UPTD PPA, Junita Zakaria, merinci dari 16 kasus yang dilaporkan, terdapat 15 korban, dengan rincian 12 kasus kekerasan terhadap anak dan 4 kasus kekerasan terhadap perempuan. Salah satu korban bahkan menghadapi dua laporan sekaligus.
“Dari 12 kasus kekerasan terhadap anak, terdapat 5 kasus persetubuhan, 6 kasus pencabulan, dan 1 kasus perbuatan tidak menyenangkan berupa mengambil sesuatu tanpa izin,” ungkap Junita.
Adapun untuk 4 kasus kekerasan terhadap perempuan, terdiri dari 2 korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), 1 kasus pemerkosaan, dan 1 kasus terkait hak asuh anak. Meskipun pihaknya telah melakukan pendampingan dan mendorong proses hukum, baru 6 kasus yang dinyatakan selesai, sementara 10 lainnya masih dalam proses penyelesaian.
BACA JUGA:Anggaran Perluasan Jaringan Air Bersih di Benteng Segini
BACA JUGA:200 Loker ke Luar Negeri, Begini Keterangan dari Kepala Dinas Tenaga Kerja
“Dari 16 kasus yang tercatat sepanjang 2024, baru 6 yang berhasil diselesaikan. Masih ada 10 kasus lagi yang membutuhkan perhatian lebih agar tuntas,” ucapnya.
Junita menyoroti rendahnya angka pelaporan kasus kekerasan akibat rasa takut yang masih membelenggu para korban. Banyak perempuan dan anak memilih diam, karena merasa terancam oleh pelaku.
“Mungkin karena merasa terancam, banyak korban, baik perempuan maupun anak, yang enggan melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya,” ujar Junita.
Junita berharap agar korban kekerasan berani melaporkan kejadian yang mereka alami. Dengan melapor lebih awal, korban bisa mendapatkan pendampingan dan perlindungan sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
BACA JUGA:225 Rekomendasi Diterbitkan, 167 PMI di BU Sudah Bekerja, Ini Negara Tujuannya
“Kami siap memberikan bantuan dan perlindungan kepada setiap korban yang melapor. Jangan takut, karena kami akan mendampingi hingga kasus ini benar-benar terselesaikan,” tuturnya.
Fenomena kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bengkulu menunjukkan perlunya upaya lebih serius dari berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga terkait, maupun masyarakat, untuk memastikan kasus serupa dapat diminimalisir di masa depan. Penyelesaian kasus yang ada dan peningkatan kesadaran masyarakat menjadi langkah penting untuk mencegah kekerasan berulang. (Indriati)