Harianbengkuluekspress.id- Lantaran kebijakan melarang pegawai menggunakan jilbab, Rumah Sakit Medistra Jakarta viral di media sosial dan menuai sorotan bebagai pihak.
Mencuatnya larangan berjilbab pada pegawai RS Medistra diawal dari unggahan surat yang ditulis oleh R.dr. Diani Kartini SpB, Subsp.Onk(K) pada 29 Agustus 2024 lalu.
Didalam surat itu berisikan dugaan pertanyaan dalam wawancara terhadap tenaga medis yang bersedia membuka hijabnya jika ditierma untuk bekerja di rumah sakit tersebut.
Isu itu menimbulkan berbagai pertanyaan, siapa pemilik RS Medistra sehingga membuat kebijakan yang menimbulkan kontoversi di masyarakat.
Berdasarkan data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Ditjen Yankes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, RS Medistra termasuk tipe Rumah Sakit Umum (RSU) kelas B.
Status kepemilikan RS Medistra berada di pihak swasta. Dalam Ditjen Yankes, diketahui Direktur yang tercatat di Ditjen Yankes adalah Dr. Agung Budisatria, MM, FISQua.
Tak ubahnya rumah sakit umum lainnya, RS Medistra juga melayani berbagai bentuk perawatan seperti rawat inap, rawat jalan, poliklinik umum, poliklinik spesialis, dan pemeriksaan penunjang.
BACA JUGA:RS Medistra Diduga Larang Dokter dan Perawat Berjilbab Viral , Ini Kronologinya
BACA JUGA:PT Jasa Raharja Buka Lowongan Kerja,Pendaftaran Mulai Besok, Ini Syaratnya
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Alifudin sangat menyayangkan kebijakan yang dilakukan oleh manajemen RS Medistra.
Menurutnya larangan menggunakan jilbab merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia serta kebebasan beragama yang dijamin konstitusi.
"Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak dasar setiap warga negara Indonesia yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun, termasuk oleh institusi pendidikan maupun kesehatan. Ini adalah bentuk diskriminasi yang tidak bisa kita biarkan," kata Alifudin
Ia juga menambahkan "Saya akan memastikan bahwa kasus ini diusut tuntas. Jika terbukti ada kebijakan diskriminatif, pihak yang bertanggung jawab harus dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,".
Sebelumnya,wakil ketua Umum MUI, Anwar Abbas juga meminta agar persoalan ini untuk diusut tuntas. Ia menilai pihak rumah sakit melakukan dugaan pelanggaran.
" Jika benar hal demikian terjadi, tidak hanya menyakini hati umat islam tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan konstitusi, " ujarnya.