Pemilik Klinik Kecantikan dan Asisten Ditangkap Polisi, BPOM Ungkap Begini
ouner kecantikan Ria Beauty Ditangkap pihak aparat hukum -istimewa/bengkuluekspress-
Terkait kasus ini, auner Klinik Beauty Ria Agustina dapat dijerat pasal 435 jo. Pasal 138 Ayat 2 dan / atau Ayat 3, serta 441 ayat 2 Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan.
BACA JUGA:Arus Mudik Nataru Diprediksi Meningkat, BMKG Siagakan Ribuan Alat Ini di 38 Provinsi
BACA JUGA:Jelang Nataru, Pemkot Bengkulu Gelar Pasar Murah di Setiap Kecamatan, Berikut Jadwalnya
Pelaku terancam pidana penjara paling lama hingga 12 tahun atau denda hingga 5 miliar rupiah.
Perlu diketahui, kronologi kejadian berawal dari pohak polisi menangkap Ria dan asistennya berinisial DN (58) atas dugaan malpraktek medis di sebuah kamar hotel di Kuningan Jakarta Selatan pada Minggu 1 Desember 2024.
Mereka ditangkap saat keduanya memberikan layanan kecantikan di sebuah kamar hotel 2028. Kamar itu diketahui dijadikan sebagai praktik klinik tanpa izin.
"Hasil pemeriksaan tersangka, Ria dan DN, bukan tenaga medis atau tenaga kesehatan," kata Direktur eserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Wira Satya Triputra
Meski tidak memenuhi syarat sebagai tenaga kesehatan kesehatan kulit, Ria membuka klinik kecantikannya di Malang, Jawa Timur, dan cabang baru di Kuningan, Jakarta Selatan.
"Tersangka bukan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang sengaja mengambil keuntungan dengan cara membuka layanan jasa menghilangkan bopeng di wajahnya," kata Wira.
BACA JUGA: Berkomitmen Bersih dari Korupsi, Menag Minta Pendampingan Kesini
BACA JUGA:Cuaca Buruk, Hasil Pertanian di Enggano Tidak Keluar, Kebutuhan Bapok Sulit didapatkan
Selama pemeriksaan, polisi menemukan alat derma roller yang menjadi barang bukti kuat dalam kasus dugaan malpraktik. Polisi telah mengidentifikasi bahwa Derma Roller, yang dimiliki oleh Ria, tidak memiliki izin.
"Tersangka sengaja mengambil keuntungan dengan membuka layanan yang menggunakan alat derma roller GTS yang tidak memiliki izin edar untuk menggosok dan menghilangkan bopeng wajah hingga jaringan kulit terluka," jelas Wira.
Tidak hanya itu, krim anestesi dan serum yang diberikan kepada pelanggan (korban) juga tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kemudian tersangka diberikan serum yang tidak memenuhi standar keselamatan, tersangka mengaku memiliki kompetensi yang sah, didukung dengan sertifikat pelatihan yang dimilikinya," katanya.