PBAl-Washriya Minta Wacana Libur Puasa Sebulan Dikaji Ulang Positif dan Negatifnya

Reporter: Endang |

Editor: Endang S |

Sabtu , 04 Jan 2025 - 16:33

ilustrasi guru mengajar-istimewa/bengkuluekspress-

Harianbengkuluekspress.id- Wacana pemerintah untuk meliburkan sekolah selama bulan suci Ramadhan (bulan puasa) menjadi sorotan.

Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al-Washriya, KH Masyhuril Khamis mengatakan setiap kebijakan perlu dikaji positif dan negatifnya.

Sejak dahulu kala, awalnya Ramadan adalah hari libur sekolah karena kondisi pendidikan keluarga yang masih sakral dan sangat diandalkan.

"Karena nilai puasa, tadarus Alquran, tarawih dan berjamaah di masjid adalah hal yang indah dan suasana berbuka puasa di rumah sangat dibutuhkan untuk keakraban keluarga, maka libur sekolah digantikan dengan pendidikan Ramadan di keluarga," katanya.

Sementara kegiatan pesantren kilat dan halaqah diniyah di semua masjid sangat semarak.

Syiar di bulan Ramadan ini dapat berfungsi lebih semarak dibandingkan pendidikan formal di sekolah-sekolah.

Ia menilai, wacana meliburkan siswa selama sebulan saat puasa perlu dicari solusi yang efektif agar pendidikan di rumah dapat berdampak positif terhadap penutupan sekolah.

Ia berharap, jangan sampai kebijakan yang diputuskan nanti justri dimangaatkan anak-anak bermain smartphone, tablet, dan game sepanjang hari, yang akhirnya membuang banyak waktu.

Lebih lanjut ia menyarankan agar libur pendidikan formal di sekolah diganti dengan pendidikan non-formal, seperti kegiatan pengembangan kreativitas, memperbanyak diskusi, kajian-kajian yang menarik, dan permainan-permainan islami.

"Sehingga fungsi sekolah berubah menjadi pelatihan profesional, terutama tentang agama dan peningkatan moral," kata Kiai Masiyirul.

pbal-washriya minta wacana libur puasa sebulan dikaji ulang positif dan negatifnya                              harianbengkuluekspress.id- wacana pemerintah untuk meliburkan sekolah selama bulan suci ramadhan (bulan puasa) menjadi sorotan. 
ketua umum pengurus besar (pb) al-washriya, kh masyhuril khamis  mengatakan setiap kebijakan perlu dikaji positif dan negatifnya. 
sejak dahulu kala, awalnya ramadan adalah hari libur sekolah karena kondisi pendidikan keluarga yang masih sakral dan sangat diandalkan. 
"karena nilai puasa, tadarus alquran, tarawih dan berjamaah di masjid adalah hal yang indah dan suasana berbuka puasa di rumah sangat dibutuhkan untuk keakraban keluarga, maka libur sekolah digantikan dengan pendidikan ramadan di keluarga," katanya. 
sementara kegiatan pesantren kilat dan halaqah diniyah di semua masjid sangat semarak. 
baca juga:selama puasa ramadan siswa libur sebulan? ini penjelasan wamenag 
baca juga:libur sekolah berakhir, berikut 6 tips agar tetap semangat sekolah 
syiar di bulan ramadan ini  dapat berfungsi lebih semarak dibandingkan pendidikan formal di sekolah-sekolah. 
ia menilai, wacana meliburkan siswa selama sebulan saat puasa perlu dicari solusi yang efektif agar pendidikan di rumah dapat berdampak positif terhadap penutupan sekolah. 
ia berharap, jangan sampai kebijakan  yang  diputuskan nanti justri  dimangaatkan anak-anak  bermain smartphone, tablet, dan game sepanjang hari, yang akhirnya membuang banyak waktu.
lebih lanjut ia menyarankan agar libur pendidikan formal di sekolah diganti dengan pendidikan non-formal, seperti kegiatan pengembangan kreativitas, memperbanyak diskusi, kajian-kajian yang menarik, dan permainan-permainan islami. 
"sehingga fungsi sekolah berubah menjadi pelatihan profesional, terutama tentang agama dan peningkatan moral," kata kiai masiyirul.
baca juga:siap-siap, polri berlakukan tilang dengan sistem poin di sim, berikut ketentuannya
baca juga:wajib tahu, 7 alasan larangan makan mie instan tiap hari, ini kata ahlinya 
sebelumnya, menteri pendidikan dasar dan menengah (mendikdasmen), prof abdul muti, mengatakan kebijakan pemerintah meliburkan sekolah selama bulan ramadan masih sebatas wacana. 
menurutnya, kebijakan tersebut belum menjadi keputusan pemerintah. kewenangan untuk menerapkan kebijakan ini ada di tingkat kementerian koordinator pembangunan manusia dan kebudayaan atau presiden.
"kita belum tahu apakah itu di tingkat menko atau langsung di tingkat presiden." katanya. 
abdul mu;ti menegaskan pihaknya belum melakukan pembahasan khusus mengenai wacana libur sekolah selama bulan ramadan. hal ini dikarenakan, menurutnya, hal tersebut belum diputuskan. 
"intinya kami belum membahas libur ramadan, dan saya kira itu masih wacana, belum menjadi keputusan, bahkan di kementerian agama sekalipun," tandasnya.(**)