Harianbengkuluekspress.id - Mulai tahun depan, pemerintah akan memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Kebijakan ini menuai banyak sorotan, terutama dari kalangan ekonom yang menilai bahwa kenaikan tersebut berpotensi meningkatkan pengeluaran masyarakat.
Pengamat Ekonomi Bengkulu, Prof Dr Ahmad Badawi Saluy SE MM mengungkapkan, meskipun kenaikan tarif PPN hanya satu persen, dampaknya akan terasa signifikan pada pengeluaran masyarakat. Sebab, kenaikan tersebut secara langsung akan berimbas pada kenaikan harga dasar barang dan jasa.
"Kenaikan ini tidak hanya berimbas pada tarif, tetapi juga pada harga dasar barang atau jasa yang otomatis meningkat," ungkap Ahmad, Sabtu, 28 Desember 2024.
Ia memberikan contoh konkret terkait dampak kenaikan ini. Jika rata-rata pengeluaran masyarakat sebelumnya sekitar Rp 2 juta per bulan, setelah kenaikan PPN, pengeluaran tersebut bisa melonjak hingga Rp 400 ribu menjadi Rp 2,4 juta.
BACA JUGA:Dilarang Berwisata ke Napal Jungur, Ini Alasan dan Penkalsan Kapolsek Sukaraja
BACA JUGA:Haryadi Siap Kembali Pimpin PGRI Provinsi Bengkulu, Begini Pernyataannya
"Ini angka yang cukup besar, terutama bagi keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah," tambahnya.
Ahmad juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap pola konsumsi masyarakat. Ia memperkirakan akan terjadi penyesuaian konsumsi, di mana masyarakat cenderung mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan yang tidak esensial, seperti hiburan dan perjalanan.
"Daya beli akan semakin menurun, dan masyarakat akan lebih selektif dalam membelanjakan uangnya," paparnya.
Khusus untuk masyarakat miskin, dampaknya akan jauh lebih terasa. Ahmad mencatat, kelompok ini rata-rata memiliki pendapatan bulanan sekitar Rp 500 ribu. Dengan kenaikan PPN, pengeluaran mereka bisa bertambah hingga Rp 100 ribu per bulan.
"Bansos yang diberikan pemerintah tidak akan cukup, karena sifatnya sementara dan terbatas," ujarnya.
Tidak hanya masyarakat, sektor industri juga diperkirakan akan menghadapi tekanan besar. Ahmad menyoroti sektor yang bergantung pada listrik berkapasitas tinggi, seperti 3500 VA ke atas, yang akan dikenai PPN hingga 12 persen. Hal ini dapat meningkatkan biaya operasional secara signifikan.
"Kenaikan PPN ini juga akan berdampak pada rantai produksi, di mana biaya bahan baku, energi, dan transportasi ikut melonjak. Ini bisa menyebabkan kenaikan harga produk di pasaran," jelasnya lebih lanjut.
Ia mengingatkan, jika kondisi ini terus berlangsung tanpa intervensi kebijakan yang memadai, pertumbuhan ekonomi bisa melambat.
"Kita akan melihat dampak yang lebih luas, termasuk penurunan produktivitas dan peningkatan angka kemiskinan," tuturnya.