BENGKULU, BE - Larangan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Bio Solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), bagi truk angkutan pertambangan dan perkebunan masih belum berjalan sepenuhnya.
Hal tersebut telah diatur dalam Surat Edaran BPH Migas Atas Pengaturan Pembelian Jenis BBM Tertentu (JBT) Jenis Minyak Solar. Dalam regulasinya, melarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar bagi kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 buah dalam kondisi bermuatan ataupun tidak bermuatan.
Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Tantawi Dali SSos MM mengusulkan agar pemerintah daerah (Pemda) memasang stiker untuk truk atau dump truk angkutan hasil pertambangan dan perkebunan. Sehingga aturan melarang truk angkutan tambang dan perkebunan mengisi BBM subsidi itu, bisa ditegakkan.
"Mengingat tidak seluruh truk ataupun dump truk milik masyarakat di Provinsi Bengkulu ini, mengangkut hasil pertambangan dan perkebunan," ujar Tantawi, Minggu 7 Januari 2024.
Tantawi mengatakan, melalui pemasangan stiker, Pemda bisa mengetahui seberapa banyak truk dan dump truk yang mengangkut hasil pertambangan dan perkebunan. SPBU juga bisa memilih, truk yang boleh dan tidak boleh mengisi BBM subsidi.
Tidak hanya itu, pemasangan stiker juga akan memudahkan Pemda ketika ingin melakukan pengaturan lainnya. Seperti jam operasional bagi angkutan tersebut.
"Terlebih jika truk atau dump truk tersebut milik per orangan atau pribadi," tambahnya.
Meskipun larangan itu merupakan kebijakan pusat, Tantawi menilai Pemda jangan sampai lepas tangan begitu saja. Sehingga dinilai tetap harus memikirkan langkah solutifnya. Apalagi harga Bio Solar ini selisihnya dengan BBM non subsidi seperti Dexlite cukup jauh. Jangan gara-gara dipaksakan menggunakan Dexlite, ekonomi para sopir malah kian terpuruk.
"Pemda juga bisa mendorong agar ongkos angkut hasil pertambangan dan perkebunan dinaikan. Sehingga dapat meringankan beban para sopir angkutan ketika harus membeli BBM non subsidi," tegasnya.
Tantawi berharap, usulan ini dapat dipertimbangkan oleh pemda dan segera ditindaklanjuti. Sehingga larangan pengisian solar subsidi untuk truk atau dump truk angkutan hasil pertambangan dan perkebunan dapat berjalan efektif dan tidak memberatkan para sopir angkutan.
"Regulasi itu, harus dibarengi dengan tindakkan aksi. Kalau hanya ada regulasinya, tapi aksinya tidak berjalan, maka percuma ada regulasi. Akhirnya, persoalan solar itu menjadi masalah setiap tahunnya," ungkap Tantawi.
Sementara itu, Asisten II Setdaprov Bengkulu Raden Ahmad Denni SH MM menegaskan aturan tentang penggunaan BBM tetap mengacu pada ketentuan BPH Migas. Dalam ketentuan tersebut, tidak diatur jenis kendaraan (dump truck/bukan dump truck) maupun status kepemilikan kendaraan (pribadi atau perusahaan). Namun jenis muatan yang diangkut kendaraan tersebut tidak boleh menggunakan BBM subsidi.
"Perusahaan-perusahaan angkutan batu bara, galian C, dan sawit tidak boleh menggunakan BBM subsidi," ujar Denni.
Denni mengatakan, melalui regulasi BPH Migas, penyaluran BBM subsidi dapat benar-benar tepat sasaran kepada masyarakat yang diatur sebagai penerima.
Artinya, hanya masyarakat yang tidak mengangkut pertambangan material dan perkebunan bisa menikmati BBM solar subsidi.