Harianbengkuluekspress.id - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Bantuan Tidak Terduga (BTT) di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Seluma, tahun anggaran 2022, berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, Senin 4 Maret 2024. Pada sidang lanjutan tersebut, JPU menghadirkan 5 orang saksi . Mereka aparatur sipil negara (ASN) di BKD (Badan Keuangan Daerah) Seluma, Dinas PUPR (Pekerjaan Umum Penataan Ruang) Seluma.
Pada persidangan ini jaksa ingin membuktikan jika penggunaan dana BTT yang dilaksanakan BPBD Seluma tidak sesuai aturan. Saksi Aris merupakan Kabid Cipta Karya Dinas PU Kabupaten Seluma mengakui dirinya dimintai tolong oleh terdakwa Pauzan (Kabid Rehabilitasi dan Rekontruksi BPBD Seluma) untuk membuat kontrak pekerjaan fisik proyek BTT. Ada tiga proyek yang diminta dibuatkan kontrak, proyek jembatan gantung, jembatan Pagar Banyu dan pembangunan bronjong Air Seluma.
Saksi Aris tidak banyak bertanya pada Pauzan terkait kontrak tersebut. Terlebih Pauzan sudah membawa format pembuatan kontrak proyek, sehingga Aris hanya tinggal membuat sesuai data dan format yang diberikan.
"Saya sama sekali tidak menerima apa-apa dari bantu buat kontrak tersebut. Tidak tahu itu benar atau tidak, karena saya hanya tinggal masukkan saja, karena sudah ada data dan formatnya. Memang dalam kontrak itu ada 3 pekerjaan," jelasnya.
BACA JUGA:Pohon Tumbang Tutupi Jalan, Di Sini Lokasinya
BACA JUGA:Sebut Pemilu Cacat Hukum, Mantan Ketua KPU Mukomuko Ancam Gugat ke MK
Kemudian, jaksa menyinggung apakah dalam kontrak disebutkan proyek tanggap darurat, saksi membenarkannya. Hanya saja, saksi tidak bisa memberikan jawaban saat jaksa menanyakan aturan penggunaan dana tanggap darurat yang berasal dari BTT tersebut. Menurut saksi, keadaan tanggap darurat salah satunya terjadi akibat bencana alam.
Karena, berdasarkan Perlem LKPP, keadaan tanggap darurat yang harus dikerjakan adalah membeli sandang, pangan pada masyarakat terdampak bencana. Jika sudah melibatkan kontraktor dan pekerjaan fisik maka lebih tepat aturan pasca bencana bukan tanggap darurat.
"Yang diminta adalah tanggap darurat, saya juga tidak pernah lihat mendetail isi proyek tersebut. Saya hanya menyalin apa yang diserahkan Pauzan," imbuh saksi Aris.
Keterangan saksi lain, Bendahara Pengeluaran BKD Seluma, Sarah menyampaikan tentang proses pencairan dana BTT untuk digunakan mengerjakan proyek tanggap darurat. Setelah uang tersebut cair, Sarah tidak pernah mengetahui untuk siapa uang tersebut. Dia hanya memastikan semua syarat yang diajukan untuk pencairan sudah lengkap.
BACA JUGA:Pendaftaran Beasiswa Ketua Osis Segera Dibuka, Bebas Pilih 10 Univesitas Terbaik di Indonesia
"Setelah cair tidak disebutkan uang itu untuk siapa, cair pertama itu sekitar 4 miliar lebih," imbuhnya.
Ada sebanyak 12 orang terdakwa dalam kasus ini. Para terdakwa antara lain, mantan Kepala BPBD Kabupaten Seluma, Mirin Ajib. Mantan Kabid Rehabilitasi dan Rekontruksi BPBD Seluma, Pauzan Aroni. Decky Irawan Direktur CV DN Kontruksi, Nopian Hadinata Direktur CV Atha Buana Konsultan, Sofian Hadinata Wakil Direktur CV Azelia Roza Lestari, Alma Jumiarto Wakil Direktur Seluma Jaya Kontruksi, Sugito Direktur CV Permata Group, Nusaryo Direktur CV DN Racing Kontruksi, Gustian Efendi Wakil Direktur CV DN Racing Kontruksi, Emron Muklis Wakil Direktru CV Fello Putri Paiker, Cihonggi Preono Wakil Direktur CV Cahaya Darma Konstruksi dan Suparman Direktur CV Defira.
JPU mendakwa para terdakwa dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Sidang tersebut masih akan dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.(Rizki Surya Tama)