Dampak Kenaikan PPN 12 Persen: Pengeluaran Bakal Membengkak, Daya Beli Turun
Tidak hanya barang mewah, pakaian pun ikut terkena PPN 12 persen yang mulai diterapkan awal 2025. -IST/BE-
"Kita akan melihat dampak yang lebih luas, termasuk penurunan produktivitas dan peningkatan angka kemiskinan," tuturnya.
Ahmad menyarankan agar pemerintah melakukan kajian ulang terkait kebijakan ini dan mempertimbangkan dampaknya secara komprehensif.
"Jika kenaikan PPN ini tidak diimbangi dengan upaya perlindungan sosial yang lebih kuat, masyarakat akan semakin terbebani," pungkasnya.
Mahasiswa Desak Revisi UU
Sebelumnya, puluhan mahasiswa merangsek masuk ke halaman Gedung DPRD Provinsi Bengkulu secara dadakan, pada Jumat, 27 Desember 2024. Tak pakai lama, mahasiswa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Bengkulu dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Republik Mahasiswa (REMA) Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) langsung membentangkan spanduk besar bertuliskan tolak PPN 12 persen.
Presiden Mahasiswa (Presma) BEM REMA UMB, Mufti Hasyid menegaskan, pihaknya mendesak DPRD Provinsi Bengkulu untuk mendukung penuh Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
"Situasi bentuk Pertambahan Pajak Nasional (PPN) 12 persen itu semakin mencekik rakyat," tegas Mufti.
Dijelaskannya, kebijakan kenaikan PPN 12 persen tidak sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi Masyarakat. Sebab, unsur kenaikan PPN itu tidak hanya berlaku bagi masyarakat membeli barang mewah, tetapi juga berdampak lain. Seperti harga-harga barang pokok di pasar-pasar tradisional mempengaruhi terhadap nilai jual dan tawar. Baik bagi pelaku usaha dan masyarakat.
"Dengan adanya PPN ini pedagang-pedagang juga dikenai pajak untuk melanjutkan usahanya dan masyarakat kecil sebagai konsumen penting di pasar tradisional akan mendapat dampak juga dengan kenaikan harga-harga barang," tuturnya.
Mufti membandingkan, kenaikan pajak 12 persen berbanding terbalik dengan jumlah pengangguran terbuka atau (JPT) Indonesia saat ini berada pada 7 juta jiwa.
"Artinya dengan tingkat pengangguran yang tinggi, pendapatan pokok yang tidak stabil/rendah ditambah lagi dengan pajak yang sedemikian rupa, maka daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga terancam," tegas Mufti.
Maka para mahasiswa tersebut minta, DPR segera merevisi UU tersebut demi mencegah dampak-dampak negatif yang sangat dimungkinkan terjadi. Lewat DPRD Provinsi Bengkulu, agar tuntutan itu bisa segera disampaikan ke pemerintah pusat.
"Kita minta UU tersebut segera revisi atau dibatalkan. Bila di hapusan PPN ini," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring SH menegaskan, pihaknya mendukung penuh atas aspirasi para mahasiswa untuk menolak kenaikan pajak 12 persen.