Harianbengkuluekspress.id - Dua terdakwa korupsi proyek Asrama Haji tahap I Kantor Wilayah Kementrian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Bengkulu tahun anggaran 2020 mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bengkulu.
Salah satu alasan mengajukan banding karena kurang sependapat dengan putusan hakim.
Kuasa hukum terdakwa Panca Darmawan, Ranggi Setiadi SH mengatakan
pada korupsi Asrama Haji yang punya peran paling besar bukanlah Panca Darmawan.
Masih ada pihak lain yang punya peran paling besar, dia yang mengendalikan, dia yang mengelola anggaran dan mengatur proyek asrama haji. Hanya saja pihak tersebut tidak ditetapkan tersangka.
BACA JUGA:Rp 8 Miliar untuk Bangun Jalan, Ini Dia Jalan yang Bakal Dibangun
BACA JUGA: Akun FB Gubernur Rohidin Dipalsukan, Kadis Kominfotik Imbau Masyarakat Begini
"Dari fakta persidangan, klien kami tidak begitu punya peran besar. Masih ada pemeran utama pada korupsi asrama haji yang belum menjadi tersangka," jelas Ranggi.
Lebih lanjut Ranggi mengatakan, poin apa saja yang dijadikan pertimbangan mengajukan banding akan dituangkan dalam memori banding.
Menurut Ranggi, vonis 4 tahun penjara tidak sebanding dengan peran Panca pada korupsi Asrama Haji. Tidak hanya Panca yang mengajukan banding, Suharyanto juga mengajukan banding. Alasannya sama, kurang sependapat dengan putusan hakim.
"Kalau klien kami sudah seluruhnya mengembalikan, semuanya akan kami tuangkan dalam memori banding," imbuh Ranggi.
Untuk diketahui, Kamis, 14 Maret 2024 lalu majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra SH MH membacakan putusan terhadap Suharyanto mantan Direktur Cabang PT Bahanda Krida Nusantara dan Panca Saudara Silalahi makelar proyek asrama haji.
Suharyanto divonis pidana penjara 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 200 juta subsidair 5 bulan penjara, juga dibebankan membayar uang pengganti Rp 399 juta subsidair 2 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa Panca Saudara divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 5 bulan penjara. Dibebankan membayar uang pengganti Rp 54 juta subsidair 2 tahun penjara.
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU, yang menuntut Suharyanto pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan, dan menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 399 juta lebih subsidair 4 tahun penjara.