Terdakwa Tak Halangi Penyelidikan, Ini Keterangan Saksi Ahli

RIZKY/BE Dua saksi meringankan dihadirkan terdakwa Upa Labuhari untuk membuktikan jika dirinya tidak melakukan perintangan penyidikan sebagaimana dakwaan JPU Kejati Bengkulu.--

Harianbengkuluekspress.id - Sidang lanjutan kasus perintangan penyidikan korupsi pengelolaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) 16 Puskesmas di Kabupaten Kaur berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, Selasa 19 Maret 2024. Agenda sidang mendengarkan saksi meringankan yang dihadirkan terdakwa Upa Labuhari. Dua saksi meringankan adalah ahli hukum pidana Prof Dr Suhandi Cahaya SH MH MBA dan saksi dari dewan etik, Drs Taufik CH MH.

Saksi Suhandi mengatakan, apa yang dilakukan Upa Labuhari tidak termasuk menghalangi penyidikan sebagaimana pasal 21 Undang-Undang Tipikor. Karena jika melihat surat kuasa yang dihadirkan dalam persidangan sudah sesuai dengan pasal 17 Undang-Undang Advokat. Kemudian isi didalam surat kuasa itu tidak ada maksud untuk merintangi atau menghalangi kinerja jaksa. 

"Kalau saya lihat surat kuasa yang diperlihatkan dalam sidang masih dalam lingkup surat kuasa sesuai pasal 17 Undang-Undang Advokat. Pendapat saya, belum termasuk ke pasal 21, bukan lepas demi hukum, perbuatan tindak pidana pasal 21 tidak terbukti. Belum saatnya dipidana, selama dia masih dalam koridor surat kuasa, maka dia tidak bisa dipidana," jelas Suhandi.

Kuasa hukum Upa, Syaiful Anwar SH, dalam persidangan terungkap jika surat kuasa yang dibuat Upa Labuhari tidak melanggar aturan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Tipikor. Surat hanya satu kali dibuat, dan surat tersebut tidak bisa digunakan untuk menghalangi penyidikan. Kecuali jika surat tersebut dibuat berkali-kali dengan maksud merintangi atau menghalangi penyidikan. 

BACA JUGA:Koperasi Jalankan Pinjol Dipastikan Ilegal, Ini Pernyataan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bengkulu

BACA JUGA:Dibuka Lowongan Magang ke Jepang Digaji hingga Rp 35 Juta, Minimal Butuh Pendaftar Segini

"Surat itu baru sekali dibuat, kecuali jika klien kami ini buat banyak sekali surat yang tujuannya disampaikan ke penyidik tentu itu bisa menghentikan proses penyidikan. Menurut saya klien kami bisa saja bebas demi hukum pada putusan nanti," ujar Syaiful.

Sementara itu, JPU Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo SH MH mengatakan, karena itu saksi yang dihadirkan oleh terdakwa sah-sah saja menyampaikan hal semacam itu. Yang pasti pihaknya sudah mengantongi semua bukti terkait keterlibatan dan peran dari Upa Labuhari. Selain itu, semua saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan mendukung pembuktian jaksa. 

"Wajar itu saksi dari mereka dan itu hak mereka menyampaikan seperti itu. Alat bukti paling utama itu saksi dan saksi ahli," jelas Danang.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda tuntutan yang rencanannya dijadwalkan tanggal 26 Maret 2024.

BACA JUGA:Cegah Penurunan Harga TBS, Satgas Pengawasan Harga TBS Kelapa Sawit di Provinsi Bengkulu Lakukan Ini.

Lima orang terdakwa, Ardiansyah Harahap, Rahmat Nurul Safril, Bambang Surya Saputra, Upa Labuhari dan Ranti Paulina berharap mereka bisa dituntut ringan. Terlebih Upa Labuhari yang merasa dirinya tidak bersalah, merasa dia menjalankan profesi sebagai advokat bukan menghalangi penyidikan. 

Kejati Bengkulu mendakwa lima terdakwa dengan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan tas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Para saksi BOK puskesmas kaur mentranfer uang sekitar 28 kali. Dari tanggal 29 Mei sampai Juni 2023 total uang ditransfer Rp 923 juta. Uang diberikan dengan cara transfer mulai dari terkecil Rp 2,8 juta dan tang terbesar Rp 197 juta. Uang tersebut diduga dibagi-bagi oleh lima terdakwa, Ardiansyah Harahap, Rahmat Nurul Safril, Bambang Surya Saputra, Ranti Paulina dan Upa Labuhari. (Rizki Surya Tama)

Tag
Share